“Magnificiat!”
“Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,” Lukas 1:46-48
Maria, perempuan biasa dan sederhana, mendapat rahmat unik dan istimewa, yakni menjadi Bunda Tuhan! Mengejutkan! Indah! Toh bukan tanpa masalah yang serius dan mengancam. Ia sedang bertunangan, namun hamil sebelum menikah—kehamilan yang sulit dijelaskan pada banyak orang. Dalam adat Yahudi, perempuan semacam ini mesti berhadapan dengan tuntutan Taurat dan sanksi sosial religius yang berat, bahkan mengandung ancaman maut.
Menjadi perempuan di zaman itu tidaklah menguntungkan, Maria tergolong kaum yang rendah. Kehamilannya yang tidak jelas itu membuat statusnya terbungkuk semakin dalam. Namun, justru di sini ada titik balik. Maria memahami maksud Allah yang menjadikan dirinya mitra karya akbar-Nya, maka ia mampu memuji, jiwanya memuliakan (Latin: magnificiat) Tuhan: yang rendah dipakai Allah! Bagi Maria, aib yang ditanggungnya hanya dapat dibalut oleh Allah sendiri. Allah itulah andalannya, bukan yang lain. Maria sadar betul bahwa ia masuk keadaan yang dalam tradisi religius disebut sebagai Providentia Dei, penyelenggaraan ilahi.
Karya Allah dalam hidup memang sering mengandung kejutan dan misteri, menghantar kita tersentak melampaui batas kenyamanan. Namun, bila ditanggapi dengan sikap batin yang tepat, pas, pantas dalam beriman, akan didapati bahwa karya Allah itu mendatangkan kesejahteraan bagi umat manusia. Penyelenggaraan ilahi membutuhkan kesediaan manusiawi dalam iman dan ketulusan. Maria sudah memberi contoh. Bagaimana dengan kita?
Selamat menjalani hari. ^-^