“Bersyukurlah.”
“Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.” Kolose 3:17 (baca juga Kokose 3:5-17)
Kita mungkin kerap berucap, “Puji Tuhan!” Namun, apakah kita melakukannya karena kebiasaan atau dengan penuh penghayatan? Ketika mengalami hal-hal yang tidak kita harapkan, kita cenderung menggerutu, panik, bimbang, bahkan marah, dan relatif sulit mengucap syukur.
Mengucap syukur bisa sulit sebab mesti berawal dari perubahan perspektif atau cara pandang. Itulah sebabnya ayat 5 dst. bicara tentang “manusia baru”. Bila orang menjadi baru, banyak hal yang berubah di dalam dan melalui dirinya. Ada perubahan mental, nilai, penghayatan, bahkan perubahan hidup, sekalipun tubuh kita toh tetap sama. Ketika orang sudah menjadi baru, ketika ia sudah “cerah”,mudahlah ia mensyukuri segala sesuatu. Ya, hal yang dulu membuatnya menggerutu, kini dapat mendorongnya untuk bersyukur.Paulus juga memesan agar umat Kolose mengucap syukur “dalam nama Tuhan”. Jadi, Tuhanlah yang menjadi dasar ucapan syukur kita. Ucapan syukur yang di luar kesadaran akan Tuhan, membuat kata-kata kita bak kosmetika, polesan bibir yang nampak indah namun tidak sejati. Ucapan syukur malah hanya akan menjadi topeng.
Untuk terhindar dari kekeliruan semacam ini, umat diingatkan bahwa mereka adalah orang-orang yang sudah dikuduskan. Kita dulu kotor, tapi kini menjadi bersih karena karya Allah. Jika kita selalu mengingat karya Allah yang sedemikian mengakar dan mendasar ini, mudahlah bagi kita untuk mengatakan bahwa “semua hal akan menjadi baik”, sembari mengungkapkan rasa syukur dengan penuh ketulusan.
Selamat Menjalani Hari. ^-^