MUDIK dan BERGEREJA
Masyarakat kita punya kebiasaan “mudik”, ramai-ramai pulang kampung dengan tujuan tertentu sebagai semacam tradisil dalam budaya kita. Pernahkan kita mencermati karakter pemudik,“siapa memberi siapa” dalam soal “permudikan” itu? .
Ada orang yang cenderung menunjukkan kekayaan dan kesuksesan dalam hidup dengan memamerkannya di kampung. Meski tak punya, orang berusaha kelihatan punya. Lalu orang bawa mobil sewaan dan,. “wah dia udah punya mobil”, kata tetangganya. Tapi untuk membiayai mobil tidak mudah, lalu ia mengangkut “penumpang” dan ditarik bayaran. Masih berfikir tidak mau rugi, di atas kap mobil ditambah semacam rak dan terpal untuk mengangkut barang bawaan ketika mereka pulang nanti. Ketika mereka pulang dari desa, di atas rak itu ia bawa semua barang orang tuanya dari desa yang bisa di bawa ke kota: beras, ketan, kedelai, kelapa, pisang, ubi, sayur-mayur, ayam, dan banyak yang lain, sedemikian banyaknya sehingga cukup untuk dikonsumsi sampai 2 - 3 bulan. Pokoknya dapur, gudang dan pekarangan orang tuanya di desa dikuras habis.
Ada orang lain yang justru sebaliknya, Ketika berangkat mudik ia bawa banyak untuk orang tuanya : baju, makanan, barang dari kota, dan uang. Ia berikan kepada orang tuanya sehingga orang tuanya ikut merasakan berkat kehidupan di kota. Ia ingin membahagiakan orang tua yang telah membesarkannya. Ketika pulang, ia hanya menyisakan uang jalan untuk sampai ke Jakarta lagi. Type pertama adalah mereka yang ingin mendapatkan sesuatu dari kampung. Pujian, sanjungan, dan ketika pulang, barang-barang bawaan yang sebanyakbanyaknya mampu mereka bawa.
Type kedua adalah mereka yang ingin memberi, menghargai dan mengucapkan terima kasihnya kepada orang tua. Mereka merasa dapat menjadi besar karena jasa dan pengorbanan serta perjuangan orangtua mereka. Sekarang ketika mereka telah merasakan hasilnya, mereka ingin berbagi dan memberi kebahagiaan kepada orangtua mereka di desa yang sering kurang dapat menikmati banyak berkat.
Banyak orang bergereja juga mirip typologi itu. Sebagian ada yang berpikir : “apa yang dapat saya dapat dari gereja”, “apa yang dapat memuaskan saya”? Lalu orang tidak berbuat apa-apa dan malah menjadi sangat rentan dan mudah kecewa, karena mereka hanya mengharapkan sesuatu. Sebagian lain sangat dewasa. “Saya ingin berbuat sesuatu dan memberi yang terbaik karena Tuhan telah memberi saya banyak berkat. Saya ingin melayani”. Ia tidak mudah kecewa karena ia memang berniat melayani. Ia bahagia kalau orang lain bahagia.