IMAN KETURUNAN, IMAN PENGETAHUAN, IMAN ORGANISASI DAN IMAN YANG HIDUP
Iman dan beriman bukan hanya karena keturunan, pengetahuan dan pemahaman, atau merupakan bagian dari system dan struktur organisasi tapi juga pengalaman dan pengamalan. Yohanes Pembaptis, nabi sebelum Kristus berkhotbah tentang bagaimana umat dalam menyambut kedatangan Kristus harus bertobat dari iman pengetahuan menjadi iman pengamalan, iman yang sungguh-sungguh hidup dan nyata dalam perbuatan
Tidak ada yang baru dalam seruannya, tetapi ajakannya untuk bertobat dan mempraktekkan iman menjadi sesuatu yang amat baru bagi mereka yang mendengarnya, sebab mereka telah kehilangan sesuatu yang amat penting dalam beriman. Seruannya juga amat sederhana, tetapi jelas mengubah sikap imaniah. “Barang siapa punya dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian”. Mudah sekali. Sederhana. Tapi benarkah orang telah melakukannya? Mata nabiahnya melihat dengan cermat, bahwa hal yang sekecil itupun belum dilakukan oleh umat
Seorang anak kecil yang cerdas dari keluarga yang cukup berada, resah dan tidak habis mengerti, ketika guru sekolah minggunya bercerita bahwa ketika Maria harus melahirkan di kandang domba. Sebelum tidur, ia masih resah dan penasaran, dan mencecar ibunya dengan banyak pertanyaan. “Mama, mengapa mereka tidak mencari panti bersalin seperti ibu tetangga sebelah?” “Dengan tenang ibunya menjawab: “Semua penuh nak, dan mereka tidak punya cukup uang untuk menyewa”. “Tapi mengapa Gereja tidak mengumpulkan dana untuk mereka?” Ibunya menjawab : “Waktu itu Gereja belum ada. Kalaupun sudah ada, mungkin tidak ada anggaran untuk kasus seperti itu”. “Panitia Natal juga tidak ada bu? “Ya, kalaupun ada panitia Natal, tidak ada seksi pelayanan, nak”.
“Kalau saja aku tahu dulu, aku akan mengajak kawan-kawan sekolah minggu mengumpulkan persembahan buat mereka”. Dengan terharu ibunya berkomentar “ Ah, sayang, kau dan kawan-kawanmu belum lahir saat itu. Kalau waktu itu kalian ada, mereka pasti tidak terlantar. Tapi, bu…, kan banyak orang cukup berada waktu itu. Mengapa mereka tidak mau membuka rumahnya dan memberi tumpangan? Mengapa justru para gembala yang miskin itu yang mau bu? Sang ibu mengerti betapa anaknya sedih, dan amat kecewa dengan semua jawaban itu..
Sebelum tidur, ia berdoa sambil menangis :”Yesus, mengapa Engkau lahir pada jaman dulu? Mengapa Engkau tidak lahir hari ini saja? Kau bisa pakai kamarku dan tempat tidurku untuk lahir kalau Kau mau”. Dan dalam tidurnya ia bermimpi indah, memberikan kamar dan tempat tidurnya untuk Yesus.