Kebangkitan yang Menumbuhkan Pengharapan dan Kehidupan Baru
Ay 19:23-27a, Maz. 17:1-9, 2 Tes. 2:1-5, 13-17, Luk 20:27-40
Percakapan dalam Lukas 20:27-40 tentang kebangkitan, berawal dari pertanyaan orang-orang Saduki yang tidak percaya pada hari kebangkitan. Mereka mengajukan pertanyaan untuk mencari kesalahan Yesus, dengan mengacu pada hukum Musa dalam Ulangan 25:5, yang mengatur tentang perkawinan levirat. Hukum itu berbunyi, “Apabila orang-orang yang bersaudara tinggal bersama-sama dan seorang dari pada mereka mati dengan tidak meninggalkan anak laki-laki, maka janganlah isteri orang yang mati itu kawin dengan orang di luar lingkungan keluarganya; saudara suaminya haruslah menghampiri dia dan mengambil dia menjadi isterinya dan dengan demikian melakukan kewajiban perkawinan ipar.”
Orang-orang Saduki itu bertanya, jika ada seorang perempuan yang sudah menikah dengan 7 bersaudara, lalu pada hari kebangkitan, siapakah di antara 7 orang itu yang disebut sebagai suaminya? Yesus menjawab pertanyaan itu dengan menunjukkan bahwa cara pikir merekalah yang keliru. Tuhan Yesus menegaskan bahwa setelah kehidupan di dunia ini, kehidupan umat manusia khususnya umat yang dianggap layak oleh Allah tidak akan berakhir. Sebaliknya kehidupan yang dibangkitkan merupakan kehidupan yang dipenuhi oleh kemuliaan Allah dan tidak lagi dipengaruhi oleh hawa-nafsu sebagaimana mereka hidup di dunia. Kemuliaan mereka setelah dibangkitkan akan seperti kemuliaan para malaikat Allah, dan mereka diperkenankan untuk berjumpa dengan Allah yang hidup, yaitu Allah yang pernah menyatakan diri-Nya kepada para leluhur umat Israel.
Dengan demikian, kita dapat belajar bahwa kebangkitan dalam pandangan Yesus adalah kebangkitan yang menumbuhkan sebuah pengharapan, suatu kehidupan baru, yang berbeda dengan kehidupan yang dijalani saat ini.