Justru dalam Kelemahanlah Kuasa-Ku Menjadi Sempurna

Surat 2 Korintus 12 : 1-10

Sebuah tulisan menceritakan tentang pengalaman supranatural seorang pendeta yang sudah berkali-kali berkunjung ke surga. Kisah itu mampu menyedot daya tarik ribuan orang meski saat ini kita sudah hidup di jaman postmodern di mana logika menjadi pemandu dalam berpikir. Banyak yang terobsesi dengan khotbah-khotbah yang menceritakan pengalaman perjalanan ke surga sehingga, kemanapun pendeta ini berkhotbah akan diikuti. Hal ini menunjukkan banyak orang yang mengalami kehausan spiritual. Di dalam jemaat Korintus, ada juga orang-orang yang mengalami kehausan rohani sehingga terobsesi pada hal-hal yang spektakular seperti ini. Paulus mematahkan anggapan orang tentang hal ini. Baginya, penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan yang ia terima langsung dari Tuhan, dan pengalamannya diangkat ke tingkat ketiga dari surga bukanlah sebuah kebanggaan yang harus ia ceritakan (2 Kor. 12:1-4). Bagi Paulus, itu adalah pengalaman spiritual yang sifatnya sangat pribadi, (2 Kor. 12:5).

Bagi Paulus, hal yang dapat menjadi alasannya bermegah justru ketika ia memiliki pengalaman rohani bersama jemaat. Kehidupan spiritualnya berakar, bertumbuh, dan berbuah lebat justru di dalam pengalaman konkritnya hidup bersama, ketika ia harus melayani dalam kondisinya yang penuh dengan kelemahan. Dalam kelemahan itulah ia ditopang oleh Tuhan melalui pertolongan orang-orang yang ada disekelilingnya.

Kita memang dapat menumbuhkan spiritual melalui kontemplasi atau doa dan renungan pribadi. Namun, akar spiritual dapat bertumbuh lebih kuat justru dalam perjuangan konkret bersama orang lain, melalui masalah-masalah yang kita hadapi, penderitaan yang menurut kita sangat berat ditanggung, dan dalam segala keterbatasan kita. Kuasa Tuhan menjadi nyata ketika kita dimampukan melalui segala kesulitan itu dengan pertolongan orang-orang di sekitar kita. Kuasa Tuhan menjadi nyata ketika di dalam kelemahan kita membuka diri untuk saling menguatkan.