top of page

KEBERANIAN


Sebuah kisah dalam catatan Perang Dunia I menceritakan, Marshal Foch, seorang jendral Perancis yang sedang terdesak dalam pertempuran di Marne, melaporkan rencana penyerangannya yang sangat berani : ”Pasukan tengahku menyerah, pasukan di sayap kiriku mundur, situasinya memang sulit, tapi aku punya perhitungan yang matang dan akan menyerang musuh sekarang…” Ucapan itu bukan kalimat bombastis dan sombong. Marshal menyadari bahwa situasinya sulit, tapi ada celah sempit dan situasi yang memberi kesempatan untuk menyerang. Dan ia memenangkan pertempuran itu. Di atas segala situasi sulit itu ada hal yang sangat menentukan yaitu keberanian.



Meski kedengarannya agak aneh, namun murid-murid Yesus sering menampilkan sikap dan perilaku “sok” bahkan terhadap Yesus sekalipun. Mereka sok “mengatur” dan ‘mengajari” supaya Ia menghindari daerah-daerah tertentu atau tindakan-tindakan tertentu. Misalnya dalam Matius 16:22: …Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya : ”Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” Murid-murid juga sering menunjukkan keberanian untuk rela mati bersama Yesus, (Mat. 26:33-35), namun tak urung mereka juga lari meninggalkan Yesus sendirian. Bahkan Petrus yang kelihatannya paling jago, yang menyandang pedang, yang keras, yang menyabet telinga Malkus di sekitar Getemani, akhirnya juga menyangkali Yesus berkali-kali, di hadapan hamba perempuan, lagi.


Keberanian, adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan tenang, yakin dan teguh meski tahu bahwa hal itu memiliki resiko. Orang berani, melakukan perhitungan dan tidak ngawur, dan akan melakukan dengan teguh dan yakin apa yang diyakininya benar. Kalau orang menjadi tidak berani melakukan apa yang benar, keberanianpun runtuh. Itulah sebabnya para rasul, setelah kebangkitan Yesus, meskipun menghadapi resiko besar, tapi mereka berdoa “berikanlah kepada hamba-hambaMu keberanian untuk memberitakan firmanMu”.


Menyuarakan suara kenabian di tengah kehidupan masyarakat yang bengkok dan tak bermoral, adalah tantangan nabi yang amat besar dan beresiko tinggi. Menjadi nabi tidaklah mudah, -apalagi enak- lebih-lebih bila yang dihadapi adalah kekuasaan yang kehilangan landasan moral yang baik. Bahkan, menjadi nabi –dalam konteks itu- biasanya hampir identik dengan “menderita”. Diperlukan kebenarian nabiah, yaitu keberanian untuk menyuarakan suara Tuhan, suara kebenaran, betapapun resikonya kadang-kadang cukup tinggi. Berdoa dan mintalah seperti para rasul : “berilah kepada hambaMu roh keberanian…”

Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page