CARA TUHAN MENJAWAB DOA
Salah satu masalah besar dalam berdoa adalah bagai mana membiarkan doa itu mengalir dengan baik, dan memberi kesempatan kepada Allah untuk menjawab dengan caraNya sendiri. Pergumulan menjadi berat ketika kita tidak tahu bahwa Tuhan (sudah) menjawab dengan caraNya sendiri, atau ketika kita menolak cara yang dipakai Tuhan dan menuntut agar Tuhan menuruti cara kita
Seorang ibu suatu malam mengajar anak kecilnya mengerjakan PR. Berkali-kali anaknya ditegur karena tidak berkonsentrasi pada pelajaran dan kurang mengikuti petunjuk yang diberikan ibunya. Ternyata, si anak gelisah karena salah satu bonekanya hilang. Ia gelisah dan sibuk mencari kesana kemari, dan tidak menemukannya. PR malam itu yang berjumlah 10 soal, gagal diselesaikan karena terlalu malam dan anak itu kelelahan. Sebelum tidur, si anak bertanya: “Bu, bolehkah saya berdoa agar Tuhan menolong saya menemukan boneka saya?’ Si ibu berfikir, --agar anaknya itu bisa mengerjakan PR dengan tenang lain kali,-- menjawab “Ya boleh, Tuhan pasti akan menolong kamu menemukannya”
Esok paginya ibu mencari boneka itu di setiap sudut kamar si anak, tetapi tidak menemukannya. Karena berfikir agar supaya anak percaya kepada kuasa doa, si ibu pergi ke toko membeli boneka dan akan diberikan kepada anaknya sebagai “bukti” bahwa doanya dikabulkan. Ketika waktu mengerjakan PR tiba, si ibu bertanya: “Nak, apakah doamu terkabul?” Dengan sungguh-sungguh anak itu menjawab, “Ya, bu, tadi di sekolah aku kecewa kenapa tidak bisa mengerjakan PR dengan baik karena bonekaku hilang semalam. Akhirnya sebelum aku pulang dari sekolah, aku berdoa : :”Tuhan, maaf, semalam aku minta boneka itu ketemu. Tapi aku pikir boneka itu telah mengganggu belajarku. Aku mohon Tuhan membuat aku bisa melupakan bonekaku yang hilang, dan memberi aku kemampuan untuk mengerjakan PR ku’. “Bu, Tuhan mengabulkan doaku, dan aku sekarang tidak pusing lagi dengan boneka yang hilang itu”.
Si ibu yang sudah siap dengan boneka “pembelian” nya, kaget dan heran tetapi kagum betapa anak kecil itu telah mengajarnya dengan ketulusan dan kesungguhan dalam memohon hal yang terbaik dan memberi kesempatan kepada Tuhan untuk memilihkan cara dan jalan yang terbaik baginya.
Konon menurut ceritera Napoleon pernah bercita-cita menjadi penulis dan gagal, Shakespeare bercita-cita menjadi pedagang, juga gagal, Abraham Lincoln ingin menjadi pengusaha dan juga gagal. Mereka “beralih” dan berusaha menjadi yang lain, dan kita semua tahu bagaimana karya-karya besar dan cemerlang mereka. (juga dulu pak Nug muda ingin jadi tentara, dan gagal, sekarang malah menjadi pendeta..) Cara Tuhan memang lain dengan cara kita. Apakah kita tabah dan sabar, peka dan terbuka terhadapnya?