top of page

“Menyatakan Kristus dalam Keseharian”


Matius 16:13-20


Di dalam bahasa Jawa, kita mengenal tingkatan bahasa. Kata-kata tertentu yang digunakan saat berkomunikasi, mengekspresikan bagaimana relasi diantara keduanya. Misalnya, kata ‘njenengan’ yang merupakan kata ganti orang kedua akan digunakan saat bercakap dengan orang yang setara dan disegani. Kata ini akan selalu digunakan dalam relasi tersebut, bahkan saat kedua belah pihak sedang dalam perdebatan sengit. Dari sini kita dapat melihat, cara orang Jawa memandang orang lain dan seberapa pentingnya seseorang bagi seorang Jawa sangat mempengaruhi tutur bahasanya dan sikap dalam keseharian.


Begitu pula dalam relasi kita dengan Tuhan. Dalam percakapan antara Yesus dan para murid, Yesus tampak ingin menegaskan, siapakah diri-Nya di hadapan para murid. Bukan berdasarkan ‘apa kata orang’, namun berdasarkan ‘pengalaman mereka sendiri’. Pertanyaan ini diajukan oleh Yesus setelah orang-orang Saduki dan Farisi yang tidak percaya Yesus adalah Mesias, meminta Yesus memperlihatkan suatu tanda dari sorga (Mat.16:1). Karena mereka tidak percaya Yesus Mesias, maka kita dapat membaca dalam kisah Injil, mayoritas orang-orang Farisi dan Saduki memperlakukan Yesus dengan buruk. Sekalipun ada pula orang Farisi yang menaruh hormat pada Yesus, misalnya Nikodemus dalam Yohanes 3;1-2.


Dalam Matius 16:15, Yesus bertanya kepada para murid, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Yesus ingin para murid memiliki pandangan yang otentik tentang siapa Dia. Yesus ingin para murid memiliki pengenalan yang bersifat pribadi dengan diri-Nya. Pengenalan yang benar akan memandu mereka untuk bertindak dan bersikap secara tepat. Seberapa dalam pengenalan kita akan Yesus akan memandu kita dalam menjalani hidup keseharian kita.

Kategori
Recent Posts
Archive
bottom of page